• Latest Stories

      What is new?

    • Comments

      What They says?

Farouk Muhammad

IRJEN Pol. Farouk Muhammad yang dianugrahi jabatan Guru Besar bidang Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana pada 1 April 2004 ini kelahiran Bima, NTB pada 17 Oktober 1949. Dia menikah dengan Sarah Faridah putri asal P. Rote pada 30 Janu­ari 1976 — di tempat tugasnya pertama di SoE Kabupaten Timor Tengah Selatan. Tuhan mengkarunianya tiga orang anak dan dua orang cucu.

Pendidikan bagi Farouk adalah hal yang utama sebagai pega­gangan dan bekal dirinya di kemudian hari. Kegairahannya untuk menempuh pendidikan mulai tampak sejak siswa SMA. Pada 1968, ketika tengah mengikuti ujian akhir SMA, Farouk mengikuti seleksi calon Taruna Akabri. Di luar dugaan, selain diterima sebagai calon Taruna Akabri Kepolisian, dia juga lulus test Akabri Darat. Atas pe­tunjuk yang diterimanya setelah shalat istiqorah, Farouk memilih menjadi polisi.

Dia lulus Akabri Kepolisian pada 1972 bersamaan dengan man­tan Kapolri Jenderal Drs. Da’i Bachtiar,SH. Memanfaatkan kesen­jangan waktu di tempat tugas yang “adem” di pedalaman Pulau Timor pada 1974, dia mulai pergi pulang Kupang untuk mengikuti kuliah pada Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana. Tapi kar­ena kesibukannya, dia hanya sempat memperoleh gelar Sarjana Muda Hukum (SmHK).

Pada 1979, Farouk yang sudah menjadi perwira muda itu tercatat pula sebagai mahasiswa PTIK sampai pada 1981 dan memperoleh gelar Doktorandus (Drs). Segera setelah tamat PTIK, di tengah-ten­gah kesibukannya sebagai Perwira Staf pada staf Perencanaan dan Anggaran (Srena) Polri, dia mengawali kariernya sebagai asisten dosen pada almamaternya untuk mata kuliah Manajemen Informasi Kepolisian.

Lagi-lagi mengejar ilmu, setelah mengantongi pengalaman se­bagai Kapolres Cilegon (1986-1989) dan Kapolres Cianjur (1989-1990), ketika ditugasi sebagai perwira staf (sehubungan dengan Asisten Dosen Kriminologi) PTIK (1990-1993), di sini Letkol. Pol. Drs. Farouk melanjutkan kuliah pada Institut Bisnis dan Manajemen Jayakarta (IBMJ) Jakarta bersama-sama dengan Jenderal Polisi Drs. Kunarto (Kapolri pada saat itu) dan lebih dari 30 Jenderal Polisi lainnya dan meraih gelar M.B.A pada 1993. Dan selama itu, Letkol Pol. Drs. Farouk Muhammad secara aklamasi terpilih sebagai ketua kelas. Bagi Farouk, ini merupakan pengalaman yang sangat mem­banggakan, karena siswa di kelas tersebut terdapat banyak jenderal termasuk Kapolri Jenderal Pol. Drs Kunarto, sementara pangkat Farouk ketika itu baru Letkol.

Di tengah kesibukannya, dia masih sempat menempuh kuliah pada Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta. Sebelum me­nyelesaikan skripsinya, Farouk mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat tepatnya di Oklahoma City University, Oklahoma, untuk mendalami studi tentang kepolisian (Sistem Peradilan Pidana). Pada Universitas ini, Farouk memperoleh gelar MCJA (Master of Criminal Justice Administration) pada 1994. Dia melanjutkan studi pada program doctorate pada School of Criminology and Criminal Justice, Florida State University di Tallahasee, Amerika Serikat. Pada 1998, Farouk meraih gelar Ph.D untuk studi kepolisian sete­lah mempertahankan disertasi “Traffic Law Enforcement Decision Making by The Indonesia National Police “.

Selain pendidikan program gelar yang ditempuh, baik di dalam dan di luar negeri, dia juga tidak ketinggalan mengikuti pendidikan karir di lingkungan Polri. Dia mengikuti pendidikan Sekolah Staf dan Pimpinan Polri pada 1985/1986 dan Lembaga Ketahanan Na­sional Kursus Singkat Angkatan (KSA) VIII tahun 2000.

Sejak menjadi asisten dosen (1983), minat mengajar Farouk te­rus menggebu sehingga menjadi dosen tetap PTIK sampai sekarang. Bagi Farouk mengajar adalah sesuatu yang tidak pernah terbayan­gkan sebelumnya. “Saya heran kenapa tiba-tiba saya menjadi penga­jar. Padahal, dulu cita-cita saya adalah menjadi dokter,” kenangnya. Mungkin karena sejak kecil, dia terbiasa membaca dan belajar.

Karir mengajar Farouk Muhammad boleh dikatakan cemerlang. Jabatan akademik Jenderal berbintang dua ini dimulai ketika dian­gkat menjadi Asisten pada 24 Oktober 1983. Jabatan Lektor diraih pada 1 Maret 1993. Sedangkan jabatan Lektor Kepala diggapai pada 1 Maret 2002 walaupun antara kurun waktu itu dia melaksanakan tu­gas belajar di luar negeri dan bertugas selaku Kepala Biro Organisa­si dan Ketatalaksanaan (Ortala) Dephankam pada (1999-2000), serta menjabat Kapolda NTB (2001) dan Kapolda Maluku (2001-2002). Jabatan Guru Besar diraihnya dua tahun kemudian setelah meme­nuhi persyaratan dalam bidang pendidikan/pengajaran, penelitian/pengembangan, pengabdian kepada masyarakat, dan lain-lain.

Suatu hal yang patut dibanggakan oleh almamater yang didirikan sejak 17 Juni 1946 ini adalah Farouk merupakan alumni pertama PTIK yang masih aktif dalam dinas kepolisian diangkat menjadi Guru Besar PTIK. Justru pada lembaga yang menelorkan kesarjana­annya (S1) dan yang juga ia pimpin sebagai Gubernur/Ketua Seko­lah Tinggi sejak 15 Januari 2002. Pengukuhan Guru Besar putra kelahiran Bima ini ditandai dengan penyampaian orasi ilmiah yang berjudul “Reformasi Kultural Polri dalam Konteks Pergeseran Pa­radigma Kepolisian pada Abad Ke-21”.

Profesor berbintang dua ini dikenal sebagai sosok “stabilisator” dan banyak memiliki gagasan yang visioner. Dia lah, ketika menja­bat sebagai Kepala Biro Ortala Dephankam, yang membidani proses pemisahan Polri dari ABRI di tengah kemelut tarik-menarik antara pejebat-pejabat Polri dan TNI. Di sini, ada pengalaman menarik yang dialami Farouk. Ketika itu, Farouk yang menjabat Sekretaris Pokja Pemisahan Polri dari Kesatuan ABRI berhasil mengkoordinir seki­tar 150 orang jenderal/kolonel di Hotel Jayaraya, Cipayung, Jawa Barat. Posisinya saat itu diibaratkan Farouk seperti “telur di ujung tanduk, karena Polri mendesak segera pisah dari kesatuan ABRI, se­mentara ABRI berusaha mempertahankannya. Walhasil, tercapailah kesepakatan di mana Polri diberi kewenangan melaksanakan kelem­bagaannya (sekitar 75%), tapi (25% lagi) tetap di bawah koordinasi Dephankam (Merdeka Barat), dan tidak lagi di bawah Mabes ABRI (Cilangkap). Ini merupakan titik awal bagi proses pemisahan Polri dan TNI (1 April 1999).

Namun sebagai sosok yang visioner, pemikiran-pemikiran Farouk tidak jarang mendapat resistensi dari internal Polri. Lang­kahnya mendorong mahasiswa PTIK melakukan penelitian tentang KKN dalam tubuh Polri yang mendapat sambutan positif publik ternyata mendapat “celaan” dari sebagian pejabat Polri bahkan Ka­polri. Bagi Farouk, hasil penelitian itu sendiri sudah menjadi raha­sia umum, tetapi yang lebih penting adalah membangun komitmen moral para anak didiknya yang akan mewarisi kepemimpinan Polri di masa mendatang.

Jenderal berbintang dua ini dikenal sebagai sosok yang “berani karena benar”. Ketika menjadi Kapolda NTB, Farouk pernah diper­iksa karena tidak membacakan amanat Kapolri pada hari Bhayang­kara 1 Juli 2001. Pertimbangan tidak membacakan amanat Kapolri tersebut, karena memang tidak ada dasar perintah yang mengharus­kan Kapolda membacakan amanat Kapolri. Bagi Farouk, dia hanya menginginkan agar pidato Hari Bhayangkara (1 Juli) dijadikan se­bagai momentum “akuntabilitas” pemimpin Polri pada setiap level pada masyarakat yang dilayaninya. Dengan kata lain, dalam mem­buat pidato (pada hari Bhayangkara) sebaiknya menyampaikan ten­tang segala keberhasilan dan kekurangan Polri sebagai wujud akunt­abilitas publik kepada masyarakat yang dilayaninya.

Selain sebagai akademis, sebagaimana disinggung di atas, man­tan Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Kabupaten Bima (1966-1968) ini, juga adalah praktisi yang kepemimpinannya patut dipanuti oleh para yuniornya. Ia dikenal sebagai pemimpin yang demokratis karena senang menampung pemikiran dan saran orang lain bahkan pemikiran kritis dari bawahannya.

Dia bukan hanya dosen yang mengajarkan tetapi juga praktisi yang memimpin secara amanah. Semua perbendaharaan selalu diad­ministrasikan dan disalurkan/digunakan secara amanah. Dana yang diterima baik dari negara maupun sumber lain digunakan secara optimal. Pada setiap acara dialog dan pengajian dengan murid-mu­ridnya, ia mengajarkan: “Dalam kondisi keterbatasan kemampuan negara membiayai sepenuhnya kebutuhan instansi dan menjamin kesejahteraan polisi, kalian dapat menerima pemberian orang lain sepanjang dari sumber yang legal/halal dan tidak mempengaruhi se­cara negatif (obyektivitas/ketidakberpihakan) dalam pelaksanaan tugas. Gunakan dana itu untuk mengatasi kekurangan biaya opera­sional dan meningkatkan kesejahteraan anak buah. Ambil sebagian yang layak untuk kebutuhan anda dan keluarga.”

Dalam pengelolaan perbendaharaan material, Farouk selalu me­nekankan tertib administrasi. Semua material sampai “sendok gar­pu” kalau perlu harus diinventarisir. Ketika menjabat Kapolda NTB, ia menertibkan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM). Misalnya, jatah BBM yang biasa dikeluhkan kurang ternyata bisa disalurkan kepada seluruh jajaran sampai Polsek/unit-unit operasional. Komen­tar dari bekas anak buahnya bahwa pada saat itu jajaran Polda NTB jaya karena bisa mencicipi jatah uang operasional dan BBM. Lap­oran hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2005 mengungkapkan bahwa di tengah kesemrawutan administrasi aset negara dalam jajaran Polri, PTIK mewujudkan keadaaan yang se­baliknya.

Mantan Ketua Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAP­PI) Kabupaten Bima ini pulalah yang mempopulerkan konsep “Kepolisian Sipil” (Civil Police) lewat berbagai forum ilmiah dan karya-karya tulisnya. Kepolisian Sipil, katanya adalah kepolisian yang mengimplementasikan pendekatan kemanusiaan (humanis­tic approach) dalam pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian. Apakah pengalamannya yang pernah dikeroyok polisi ketika men­jabat sebagai Ketua KAPPI, yang membuat Farouk masuk polisi dan mengembangkan gagasan itu, Farouk menyanggahnya: ”Saya memang mau jadi polisi, tetapi bukan untuk balas dendam karena pernah dianiaya polisi. Namun peristiwa tersebut mendorong saya untuk mengembangkan perpolisian sipil, yang anggotanya tidak arogan dan tidak menyalahgunakan kekuasaan yang diamanahkan.”

Kakek yang kedua cucunya berwarga negara Amerika Serikat (dalam proses dwi kewarganegaraan) ini telah mempersembahkan berbagai karya tulis. Buku yang ditulisnya antara lain Menuju Re­formasi Polri, Sistem Kepolisian di Amerika Serikat, Praktek Pen­egakan Hukum Bidang Lalu Lintas, Metodologi Penelitian Sosial dan lain-lain. Bagi instansi Polri, Farouk memberi kontribusi dalam proyek-proyek yang strategis. Proses Reorganisasi Polri tahun 1983-1985 di-sekretaris-i oleh Farouk. Reorganisasi Polri 2002 diketuai olehnya atas kepercayaan Kapolri Jenderal Da’i Bachtiar. Dewasa ini ia dipercayai oleh Kapolri Jenderal Sutanto untuk melakukan Kajian Strategik atas segala permasalahan internal Polri dalam rangka penyusunan kebijakan dan kelanjutan program reformasi Polri (baca Buku Putih Polri).

Itulah gambaran singkat tentang profil seorang yang bernama Farouk Muhammad. Ketika Kapolri Jenderal Bimantoro memuta­sikan dia menjadi Kapolda Maluku reaksi masyarakat, tokoh, dan beberapa anggota DPRD NTB ( sebagaimana ditulis di Harian Bali Post dan Harian Lombok Post) melakukan aksi protes dan menolak Farouk Muhammad dimutasikan ke Maluku.

Sosok Farouk Muhammad juga tertoreh ketika dilangsungkan rapat Senat Akademik PTIK tanggal 20 Februari 2004. Rapat yang dipimpin oleh Brigjen Wahyono sebagai Sekretaris Senat (Farouk sebagai Ketua tidak mau memimpin sendiri) itu membahas tentang usulan pengangkatan Guru Besar untuk Dr. Farouk Muhammad. Di tengah diskusi, seorang anggota (Prof. Dr. Loeby Luqman) secara lantang mengemukakan: “Persoalan yang perlu kita bahas, bukan prosedur tetapi apakah Jenderal Farouk layak menjadi Guru Besar. Menurut saya PANTAS!” Secara aklamasi akhirnya sidang meny­etujui pengangkatan Dr. Farouk Muhammad sebagai Guru Besar PTIK di bidang Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana. 
Farouk Muhammad kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI perwakilan NTB setelah meraih 190,343 suara pada Pemilu 2009.

Sumber : faroukmuhammad.net

About Unknown

Adds a short author bio after every single post on your blog. Also, It's mainly a matter of keeping lists of possible information, and then figuring out what is relevant to a particular editor's needs.

Tidak ada komentar:

Leave a Reply


Top